Biasanya, semakin bertambah usia maka akan semakin rumit hidup kita. Waktu kita balita mungkin yang kita pikirkan adalah dimana tempat jajanan yang enak. Kemudian meningkat SD, mulailah ada ujian sekolah yang menambah rumit hidup. Saat SMP hidup bertambah kompleks dengan timbulnya jerawat diwajah gara-gara cinta yang terpendam. Tapi itu belum seberapa dibandingkan dengan perjuangan menuju universitas negeri dimasa yang katanya paling indah, masa SMA. Bila itu belum cukup rumit, sekarang yang harus dipikirkan bukan hanya diri sendiri. Akan tetapi ditambah dengan pikiran tentang bagaimana caranya mencari nafkah buat anak-istri dan orang tua dengan cara halal tentunya. Masalah halal-haram ini pun bisa menjadi masalah yang begitu kompleks bagi PNS seperti kami. Lanjutan masalah lain sebagai PNS yang perlu dihadapi adalah tentu saja persepsi masyarakat tentang kami dan suasana kantor yang tidak begitu kondusif untuk menjadi seseorang yang produktif.
Sadar tidak sadar yang membuat yang membuat rumit hidup kita adalah diri kita sendiri, karena kurang bersyukur. Sebagai contoh adalah pada saat kita terus berpikir tentang bagaimana cara untuk dapat membeli kendaraan. Ketika ditanya tentang alasan mengapa butuh kendaraan, barulah kita sadar bahwa pikiran rumit itu muncul muncul gara-gara kita tidak bersyukur. Mengapa kita sadar bahwa tentang hal itu, karena kalau kita pikir-pikir kembali, membeli kendaraan itu sangatlah mudah, datanglah ke dealer terdekat, kita berikan uangn sesuai harga kendaraan yang kita inginkan dan mereka akan memberikan kendaraan yang kita mau dengan senang hati. Masalah besarnya adalah saat ini uangnya belum ada atau belum cukup sehingga kita berpikir berumit-rumit ria untuk mendatangkan uang. Kalau kita orang yang bersyukur, kita akan berjalan kaki dengan senang hati karena puji syukur kita diberikan sepasang kaki yang sempurna dan kesehatan untuk menggunakannya. Pikiran kita terlalu jauh ke depan, yang harus dilakukan selanjutnya adalah mulailah menabung dengan "sabar" untuk membeli kendaraan yang "kita inginkan". Mengapa harus sabar karena yang kita cari dan kita tunggu adalah rezeki yang halal dari Allah SWT, kalau kita tidak sabar ujung-ujungnya mungkin jadi maling; mengapa yang kita inginkan karena apa yang kita butuhkan untuk bepergian telah disediakan oleh Allah SWT tanpa kita minta terlebih dahulu.
Semua tindakan kita bergantung kepada pikiran sadar dan tidak sadar kita. Mungkin pernyataan tersebut tidak 100% benar, akan tetapi pasti ada sisi benarnya. Kita pasti pernah melakukan sesuatu tanpa kita sadari dikarenakan pikiran kita yang sedang kalut atau tidak menentu, misalnya grogi atau khawatir akan sesuatu. Kita pernah mondar-mandir dilorong sebuah rumah sakit pada saat menunggu selesainya pelaksanaan operasi pada salah satu anggota keluarga kita. Mungkin bagi orang lain yang melihat, kita ini seperti orang kurang kerjaan karena mondar-mandir tidak jelas tanpa arah tanpa tujuan. Satu bukti lagi yang bisa mewakili pernyataan diatas adalah pada saat kita berdebat dengan seseorang, awal mula perdebatan pendapat yang kita keluarkan berasal dari pikiran sadar kita yang mengandalkan analogi dan logika akal sehat. Akan tetapi pada saat emosi kita yang telah berbicara maka timbul keyakinan bahwa kita adalah "orang benar" sehingga apapun pendapat yang kita keluarkan adalah "benar" dan orang yang menjadi lawan debat kita adalah "salah", maka pendapat yang kita keluarkan mungkin sudah tidak relevan lagi, demi gengsi mempertahankan "kebenaran" tersebut bahkan mungkin tanpa sadar kita sampai mengeluarkan pukulan Jet Lee kita. Hal lain yang bisa kita renungi adalah perdebatan anak kecil atau perdebatan waktu kita masih kecil. Dua anak kecil berdebat tentang betapa hebat ayahnya masing-masing. Satu anak berkata bahwa motor ayahnya hebat tapi anak yang lain tidak mau kalah bahwa mobil ayahnya lebih besar, kemudian ditimpali dengan pendapat bahwa truk pamannya lebih gede. Akan tetapi karena anak sebelumnya juga tidak mau kalah, maka dia bilang yang lebih gede itu gunung. Pasti kita akan mengatakan bahwa perdebatan tersebut sudah tidak nyambung dengan topik awal, kalau diingat kembali pasti kita pernah berdebat seperti anak kecil itu tanpa kita sadari.
Jangan hanya mengandalkan akal dan pikiran tetapi gunakan pula hati kita. Mengapa kita tidak boleh hanya mengandalkan pikiran, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan berpikir kita. Potensi otak kita memang tidak terbatas bahkan Einstein yang katanya manusia terpintar sedunia hanya menggunakan 2-3% dari potensi otaknya. Potensi otak memang tidak terbatas akan tetapi akal pikiran kita sangatlah terbatas. Bukti bahwa pikiran kita terbatas adalah pada saat pikiran kita kalut kita perlu seseorang yang bisa mendengarkan tentang pendapat/keluhan kita alias kita butuh tempat curhat. Kalau memang pikiran kita ini tidak terbatas, mengapa pikiran kita tidak bisa menyelesaikan sendiri kekalutan tersebut. Itulah bukti bahwa kita tidak bisa selalu mengandalkan pikiran kita yang terbatas. Selain itu, gunakan pula hati nurani kita bila kita hidup dengan tenang karena ketenangan bersumber dihati kita bukan di pikiran kita. Salah satu yang biasanya membuat kita ingin curhat, meskipun tidak selalu dengan alasan ini, adalah keinginan kita akan pembenaran tindakan kita yang tidak sesuai nurani. Bila tindakan kita sesuai dengan nurani maka sebenarnya kita tidak perlu curhat lagi untuk pembenaran itu.
Mari kita buat hidup kita indah dengan berpikiran sederhana dan bercita-cita tinggi. Kita sebaiknya berpikir tentang hal-hal yang dekat saja dulu, tidak usah berpikiran terlalu jauh ke depan. Janganlah kita memikirkan bagaimana cara mendidik cucu kita supaya jadi seorang pilot yang hebat, padahal menikah saja belum bahkan pacaran saja masih belum punya. Tidak berpikir jauh bukan berarti tidak punya rencana yang jauh ke depan, malah kita harus punya rencana sedetil-detilnya untuk masa depan kita. Beda keduanya begitu lebar, berpikir ke depan membuat kita menjadi banyak pikiran akan tetapi membuat rencana ke depan membuat hidup kita lebih terarah. Ambil contoh, apabila kita bercita-cita menjadi seorang yang mempunyai gelar S3 maka buatlah bagaimana cara untuk mencapainya sedetil-detilnya sehingga kita kita tahu sudah dimana posisi kita sekarang. Apabila pendidikan kita saat ini masih D3 maka buatlah rencana yang detil untuk mencapainya, misalnya 2 tahun yang akan datang kita berencana gelar S1 sudah ditangan; 5 tahun dari sekarang kita sudah menjadi master; dan 6 tahun setelahnya kita telah menjadi seorang Ph.D. Itulah rencana kita, akan tetapi yang kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya mencapai gelar S1, jangan dulu memikirkan bagaimana menghadapi sidang master nanti. Itulah yang dimaksud berpikiran sederhana, tetapi harus ditambah dengan bercita-cita tinggi. Kenapa bercita-cita harus tinggi, karena bercita-cita itu gratis, free of charge, bukannya kita suka hal-hal yang gratis tapi kadang-kadang cita-cita kita begitu dangkal padahal tidak bayar alias gratis. Seorang dosen di daerah terpencil dan tertinggal seharusnya mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang menteri pendidikan, mengapa, kita bisa membayangkan bagaimana usahanya untuk dapat bersaing dengan dosen lain dikota besar, dengan fasilitas yang minim, dia harus mempunya usaha yang lebih untuk mensetarakan kualitas dirinya dengan dosen lain. Bayangkan pula apabila cita-citanya tercapai, mungkin pendidikan di Indonesia akan lebih maju karena dosen tersebut tahu benar kondisi terburuk sehingga kebijakannya akan berpijak kepada kondisi serba kekurangan yang pernah dihadapinya. Apabila hal terburuk saja dia bisa atasi, pada keadaan yang baik tentu saja akan lebih baik lagi. Tentu saja kita harus bercita-cita tinggi untuk bisa berbuat kebaikan.
Jadi buatlah hidup kita indah dengan berpikiran sederhana dan bercita-cita tinggi.
0 comments:
Post a Comment