POTENSI PANAS BUMI INDONESIA

2010/03/31

Telor Mata Sapi


Kelebihan AA Gym dalam memberikan petuah dan nasehat adalah kata-kata yang sederhana dan mudah diingat. Saya ingat waktu itu AA Gym bercerita tentang seorang petani dan seorang perampok. Kemudian beliau bertanya kepada hadirin. Pertanyaannya adalah apa persamaan dari dua "profesi" tersebut. Pertanyaan yang susah-susah gampang, bisa saja kita jawab sama-sama manusia atau sama-sama ciptaan Allah. Tapi saya yakin ada jawaban sederhana tapi bermakna dalam. Dan benar saja, jawaban dari pertanyaan itu yakni keduanya sama-sama mendapatkan rezeki dari Allah. Selama ini kita berpikir bahwa merampok itu salah dan bertani itu benar tapi mungkin tidak pernah berpikir bahwa keduanya merupakan rezeki dari Allah hanya beda cara mendapatkannya.

Manusia dinilai dari caranya mendapatkan sesuatu bukan dari sesuatu yang didapatkannya. Seperti cerita diatas beda antara petani dan perampok adalah dari bagaimana cara mendapatkan rezeki bukan dari rezeki yang didapatkan. Karena kualitas dan kuantitas dari rezeki yang didapatkan merupakan hak prerogratif dari Allah. Dan manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan mencari rezeki, cara halal atau cara haram yang dipilih terserah kita.

Mengapa tiba-tiba saya ingin menulis tentang hal ini adalah kejadian kecil didapur yang mengingatkan saya akan sesuatu yang besar dalam hidup yaitu bahwa hidup adalah pilihan. Kejadiannya adalah ketika ketika saya ingin menggoreng telor mata sapi di common kitchen akan tetapi saya kehabisan minyak goreng, kemudian saya melihat sebotol minyak goreng milik orang lain, terbersit untuk mengambilnya karena saya berpikiran minyak goreng saya pun sering ada yang pakai. Tapi saya tersadar tentang hal itu dan saya urungkan niat untuk menggoreng telur. Tetapi kemudian saya ingat bahwa saya punya mentega untuk menggoreng, sebenarnya kalau saya bukan pemalas saya bisa meminta sedikit minyak goreng kepada teman dilantai atas.

Allah akan menolong kita dengan cara-Nya apabila kita berada di jalan-Nya. Kadang kita terlalu malas untuk berpikir dan bertindak untuk mendapatkan sesuatu yang pasti akan kita dapatkan. Kita selalu ingin jalan singkat, jalan mudah, bukan jalan lurus yang telah digariskan. Kembali ke dapur tadi, apabila saya mengambil minyak goreng kepunyaan orang lain yang saya dapatkan adalah telor mata sapi haram, untung dengan sedikit usaha saya tetap mendapatkan telor mata sapi tetapi halal; dua kejadian yang menghasilkan hal yang sama tetapi berbeda nilai.

Sekedar mengingatkan diri saya sendiri, bahwa hidup adalah pilihan. Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, orang jahat saja selalu diberi rezeki, masa kita orang yang mencoba menjadi orang baik tidak diberi.


2010/03/28

Komik Anakku

2010/03/23

Ganti Status YM dan Karaokean di Winamp


Karaoke dengan Winamp

Kayaknya tidak puas ya kalo cuma denger musik tanpa ikut bernyanyi. Tapi sayang kadang-kadang kita tidak hapal dengan liriknya atau pura-pura hapal….ternyata dengan menggunakan Minilyric semua keinginan kita bisa terkabul, kita bisa berkaraoke ria dengan PC/Laptop. Pada saat minilyric berjalan software ini akan browsing lirik sesuai dengan judul lagu dan penyanyinya. Kemudian kita dapat memilih lirik mana yang paling cocok dengan lagu kita. Sehingga untuk pertama kali lagu diputar oleh winamp, PC/Laptop kita harus konek ke internet. Untuk selanjutnya lagu tersebut diputar tidak perlu lagi konek dengan internet, dengan catatan, kita telah memilih untuk men-save otomatis lirik yang didapat oleh browser minilirik, pilihan ini didapat pada saat penginstallan atau kita dapat manual mensavenya pada saat lagu tersebut muncul.

Ganti Status YM dengan Lagu Winamp

Selain berkaraoke ria, kita juga mau dong berbagi kegembiraan kita dengan merubah status kita di YM sesuai dengan lagu yang diputar oleh winamp. Ini bisa bisa kita dapat dengan menginstall plugin YMessenger Status di winamp. Setelah diinstall, keluar dari winamp dulu apabila pada saat menginstall kita menjalankan winamp. Setelah itu buka main menu (ada diujung kiri atas), kemudian Option,klik preferences, pilih plug ins kemudian di general purpose di treeview. Disana ada Yahoo Mesenger Now playing. Klik dan status dibawahnya akan aktif….configured selected plug ins..untuk merubahnya…. pokonya gitu deh..lihat aja videonya.

berikut adalah link videonya klik disini

Link untuk mendownload software klik disini

Direct Use of Geothermal Energy in New Zealand


Abstract

One of well at Mokai field which has lower pressure than Mokai Power Station system needed, is used by greenhouses to plant vegetables like tomatoes. This direct use system use shell and tube heat exchanger. This heat exchanger type is also use by Rotorua hospital, for space heating and others activities in hospital and staff resident and timber drying factory. In timber drying factory, geothermal fluid system replaces natural gas or coal system.

Plate heat exchanger is used for many places which used geothermal fluid as thermal sources. They are Rotorua Aquatic Centre, Polynesian Spa, Prawn farm. For Rotorua aquatic centre and Polynesian Spa, they have two heating systems, primary and secondary. So that water which used is not geothermal fluid directly but secondary system water which heated by primary system water. Geothermal fluid is just heating water at primary loop. For prawn farm, they use brine from Wairakei field as heat source for heating prawn ponds.

Keyword: Geothermal, Direct Use, New Zealand, Heat Exchanger

1.Introduction

Geothermal energy has been known and used for centuries. Records show that the Chinese, Romans, Turks, Japanese, Icelanders, Central European and the Maori people of New Zealand have used the resources for heating, bathing, and cooking. These uses continue today with Japan, for example using over 1,500 hot-spring resorts. Geothermal energy was also used in Indutrial context in Nothern Italy, who made decorative enamels from the boric acid deposited by steam and hot water at Lardarello. The acid was first extracted commercially in 1818. It quickly became useful and by 1835, 9 (nine) factories had been constructed in the region. The municipal heating districk of Reykjavik, Iceland, in 1928 was another early industrial application. These uses of the resource were restricted to areas where the hot water or steam was easily accessible, so while it was marvelled at, the concept of use not widespread. Other forms of energy were plentiful and inexpensive at the time.

Ilustration of Geothermal Energy Base on Lindal Diagram

The picture above shows utilization of geothermal energy base on Lindal Diagram. The utilization is depend on the temperature, and it varies from soil warming to cement and aggreagate drying. Direct use of geothermal energy use the heat exchanger to transfer heat from geothermal fluid to working fluid. Currently, there are two kind of kinds of heat exchanger like the picture below. They are shell and tube heat exchanger and plate heat exchanger.

Type of Heat Exchanger

In the New Zealand, direct use of geothermal energy has been used in several industries and had been reached the commerciality. Even in Indonesia we have used it, but the utilization is not in large scale and less commercial. Below is several industries in New Zealand which used geothermal energy directly. Some of them are applicable in Indonesia with different commodities.

2. Mokai Glasshouses

Mokai greenhouse is the greenhouse which used geothermal fluid from Mokai geothermal field. The fluid is come from one production well that is not use by power plant because its pressure is not enough to fulfill the power plant system requirement. Mokai-2 (MK-2) is the name of the well which use for this greenhouses, it has about 1,500 m depth. Wellhead pressure is about 45 barg, and 12 barg for inlet pressure heat exchanger system. Type of heat exchanger is shell and tube heat exchanger. The geothermal fluid is inside tube and fresh water which will be heated is outside the tubes (shell side). The fresh fluid can heat about 11.5 Ha (115,000 m2) of greenhouses areas. One problem in this system is scaling because silica precipitation and then blocked the tube in heat exchanger. It was because of uncontinous production about three days on and off, and now they are trying to keep the production continuously to avoid scaling problems.

Shell and tube heat exchanger (top)

and heat exchanger system in Mokai Greenhouses

This system is for keeping the greenhouses temperature, which plant tomatoes, about 16°C -22°C. CO2 supply is provided by liquid CO2. Currently, they are trying to separates CO2 from the wells from H2S. They can export it the product to Japan for all year because it is not depend on the seasons so that, it is very good business. This kind of direct use can be applied in Indonesia, for only export commodity because the price of vegetable especially tomatoes is cheap even sometime its price is higher in dry seasons. So that, it is needed more feasibility study.


Mokai Greenhouses

3. Timber Drying

This is one of industry that use geothermal as energy source replacing coal and natural gas. The purpose of industry is to increase value of product. So that price of timber will increase after this process. Final product will be lighter, stronger and durable than before it is processed. Type of tree which use for this industry is fine woods that had reached 25 years old. Market of this product is North America countries. Price depends on supply and demand. This facilities can reduce moisture of the timber from170% to just 8%. Moisture of final product depend on county which product will be sold. Product moisture is comparison between weight of water and weight of wood. Total cost for building these facilities which use geothermal fluid is about fourteen millions; twelve millions was funded by Contact Energy, the company which drill wells and provide steam to the timber drying system, and the rest by Tenon, the timber drying company. Each year, Tenon can reduce operating cost for 1.2 millions, and pays for Contact Energy about three to four millions. So that for both of them, this is a very good business because pay back period of the project is less than three years. After that, all revenue is profit.

Kiln Process System

Geothermal fluid for supplying this binary cycle system is come from TH-2 and TH-6. Geothermal fluid temperature for TH-2 is about 180°C and 210°C for TH-6. After through the heat exchanger temperature decrease to 150°C, geothermal fluid is injected to 2 well, TH-7 and TH-8. Fresh fluids, as working fluids, temperature increases from 78°C to 94°C. This fresh water will heat up kiln rooms. The humidity and temperature of drying rooms is controlled by fan, so that the temperature and humidity can be keep constant. This factory can develop in Indonesia, especially in Sumatra and Sulawesi that has geothermal potential and the forest. So that forest products have added value before they are exported or just for domestic use.

Tenon Timber Drying Factory

4.Prawn Farm

Simplified Prawn Farm Heating System

The species that develop in this farm is Malaysian prawn. This area use geothermal fluid as energy source to keep the pond at 25°C - 32°C, and divide to three kind of pond i.e. for prawn eggs hatching, baby prawn and adult prawn according to temperature of water. They use plate heat exchanger which is transferred heat from geothermal fluid to fresh water. Fresh water temperature increase from 14°C to 40°C and geothermal fluid temperature decrease from 90°C to 60°C. Geothermal fluid rate that flows through to heat exchanger is 480 tonnes per hours and fresh water about 800 tonnes per hours. The problems that faces in this area is silica deposition in pipe, so that it must clean once each two to three weeks. And open the heat exchanger once in three months.

Wairakei Prawn Farm

5.Rotorua Aquatic Centre Bores

Simplified Aquatic Centre Heating System

This aquatic centre has good position. It lies in the middle of the city of rotorua. In this area used geothermal fluid for heating fresh water in primary heating system. This system is used for bathing needed and heating secondary system. This secondary heating system water which is used for heating the pools to about 29°C-32°C. And geothermal fluid temperature is about 160°C and re-injected at 110°C. For fresh water in primary heating system is heated up from at 60°C to 85°C. Problem for this system is solid deposition, there is no scaling problem because they using two system, geothermal fluid just exist in primary heating system and full fresh water at secondary heating system.

Rotorua Aquatic Centre


6.Wairakei Terrace

Amount of brine from separator is flowed to certain area to make terraces, silica terraces. This artificial terraces have been becoming a nice place for tourist. This is brilliant idea as another application of geothermal direct use. The brine has another added value in this field.

Wairakei Terraces

7.Rotorua Hospital

Simplified Rotorua Heating System

Geothermal fluid in this hospital is used as energy source for space heating and others activities in hospital. Besides that, it is providing energy for resident of doctor, nurse and administration staff. This system generates about 40 MW in the winter and 14 MW in summer. That energy is provided by four production wells and three injection wells. Type of heat exchanger in this system is tube-shell type. It has six boxes and six shell and tubes heat exchanger in each box which joined in series. They are separated into two lines system, each connected to three boxes. They use tube-shell type heat exchanger is because in that time when they built this system plate heat exchanger was not produced yet. There is problems with calcite and silica scaling but because they use shell and tubes type, so that it is easy to be cleaned. Geothermal fluid from well has temperature 140°C and it is injected at 102°C.


8.Rotorua Polynesian Spa

Simplified Rotorua Polynesian Spa

System in Polynesian Spa is similar to aquatic centre. They have 2 heating system, primary and secondary. They have two sources fluid, one is come from production well and anoher is from the spring, Rachel Spring. In primary heating system, geothermal fluid heats up fresh water. This fresh water which had been heated up at primary system will heat up another fresh water at secondary system. Little amount of fresh water in primary system is used for clothes dryer. This dryer is maybe the first and the only clothes dryer using geothermal fluids. Fresh water that had been heated by secondary heating system will be mixed with water from spring. So that, they have water with high mineral for spa and temperature can be controlled. It is different with aquatic system which used secondary heating system water directly.

Rotorua Polynesian Spa

9. Conclusion

  1. Most of direct use application use plate heat exchanger and shell and tube heat exchanger.
  2. Direct use of geothermal can use as space heating e.g. Mokai Greenhouses, Rotorua Hospital and as dryer e.g. Tenon Timber Dryer, clothes dryer in Polynesian Spa.
  3. Other purpose is as water heating e.g. Prawn Farm, Aquatic Centre and Polynesian spa and for tourism destination like Wairakei Terraces
  4. Sources of geothermal fluid can be directly from production well like in Rotorua Hospital, Tenon Timber Dryer, Rotorua Aquatic Centre, Polynesian Spa, or from unused well by power plant e.g. Mokai Greenhouses
  5. Others sources are brine from separator e.g. Prawn Farm and Wairakei Terraces and from spring like Polynesian Spa.
  6. Geothermal fluid can heat up working fluid directly (single system) or can Heat up the first working fluid and then first working fluid heat up second working fluids (double system) e.g. Aquatic Centre and Polynesian Spa, working fluid in those both places is fresh water.
  7. Direct use and indirect use of geothermal can be developed parallel and almost all kinds of direct use are applicable in Indonesia with different methods and commodities.


10.References

1. Lund, J.W., (2005): World Wide Direct Uses of Gothermal Energy, Proceedings World Geothermal Congress, Antalya, Turkeys

2. Nugraha, H.S., (2007): Wairakei 2nd Field Trip Report, Final Project Report, Geothermal Institute-University of Auckland, Auckland, New Zealand

3. Risdianto, D,. (2007): Wairakei 2nd Field Trip Report, Final Project Report, Geothermal Institute-University of Auckland, Auckland, New Zealand

4. Zarrouk, S., (2007): Direct Use of Geothermal Energy, Geothermal Institute, New Zealand


Download pdf file click here

2010/03/22

Pengusahaan Panas Bumi di Indonesia


1. Pendahuluan
Energi panas bumi adalah panas yang tersimpan dalam fluida dan batuan di bawah permukaan Bumi. Pada kondisi geologi tertentu, energi panas bumi dapat tersimpan dalam reservoir-reservoir (biasanya kedalaman <>
Suatu sistem panas bumi dapat dimodelkan secara sederhana seperti pada Gambar 1, yang terdiri dari: (a) sumber panas, (b) air tanah untuk mentransport panas, dan (c) reservoir dengan volume cukup dan permeabilitas yang memadai untuk memfasilitasi konveksi maupun penyimpanan panas. Karakteristik sistem panas bumi juga dipengaruhi oleh sistem tektonik regional yang berkaitan.
Terdapat dua tipe sumberdaya panas bumi: (1) sumberdaya panas bumi non-vulkanik (terletak dalam sedimen), dan (2) sumberdaya panas bumi magmatik-vulkanik.
Beberapa konsekuensi alami berkaitan dengan keberadaan fluida dan transport panas pada daerah panas bumi antara lain mencakup: (1) pelarutan mineral-mineral primer dan pembentukan mineral-mineral sekunder yang cukup stabil dalam lingkungan hidrotermal yang dihasilkan, (2) perubahan sifat-sifat fisik (permeabilitas) batuan reservoir terutama oleh alterasi argillik (karena keberadaan temperatur tinggi dan fluida bersifat asam), silisifikasi (karena presipitasi silika pada saat panas terpindahkan dari fluida panas yang sedang menuju ke permukaan) dan densifikasi (karena derajat metamorfisme hidrotermal yang rendah), dan (3) pembentukan manifestasi-manifestasi permukaan seperti fumarola, mata air panas serta uap permukaan.
Gambar 1 Sistem Panas Bumi
Target eksplorasi untuk sumberdaya panas bumi konvektif biasanya adalah suatu daerah yang terdiri dari patahan dan rekahan (High Permeability Zone) terisi fluida panas dan produk-produk alterasi hidrotermal. Zona resistivitas rendah yang dihasilkan brine clay (lempung) yang menutupi sistem panas bumi memberikan karakteristik yang mudah dideteksi dengan metode elektromagnetik.
Pada kasus sistem panas bumi bertemperatur panas tipe vulkanik, alterasi hidrotermal dekat permukaan, air panas bumi yang biasanya bersifat asam dan saline serta temperatur tinggi menyebabkan nilai resisitivitas bawah permukaan menjadi sangat kecil. Hal ini yang memungkinkan sistem panas bumi dipetakan berdasarkan sifat kelistrikan batuannya.
2.Potensi Panas Bumi Indonesia
Potensi panas bumi Indonesia mencapai lebih dari 27.000 MW atau setara 219 juta barel minyak bumi dan merupakan hampir 40% dari potensi panas bumi di dunia. Potensi ini terdiri dari lebih dari 13 GW masih berupa Sumber Daya (resources) dan lebih dari 14 GW telah berstatus Cadangan (reserves) yang 2.200 MW diantaranya merupakan Cadangan Terbukti (proven reserves). Potensi ini tersebar di 256 lokasi yang terletak di Provinsi Nangroe Aceh Darusallam (NAD) hingga Provinsi Papua sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta Sebaran Potensi Panas Bumi Indonesia
3.Kebijakan Pemerintah Bidang Panas Bumi
Pengusahaan panas bumi di Indonesia di Indonesia dimulai pada tahun 1974 dengan terbitnya Keppres 74 tahun 1974 yang memberikan kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi kepada Pertamina. Kemudian aturan ini dilanjutkan dengan Keppres Nomor 22/1981 dan Penyempurnaan Keppres Nomor 45/1991. Kemudian pada tahun 2000 diterbitkan keppres Nomor 76/2000 yang mencabut monopoli pertamina pada pengusahaan panas bumi di Indonesia.
Pada tahun 2003 diterbitkan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang panas bumi. Dengan terbitnya Undang-undang ini, maka segala aturan pengusahaan panas bumi mengacu kepada undang-undang ini dan semua aturan turunannya. Namun untuk kontrak-kontrak pengusahaan panas bumi yang telah ada (eksisting) keberadaanya tetap dihormati sampai dengan berakhirnya kontrak.
Pada tahun 2006 terbit Peraturan Presiden nomor 5 yang mengamanatkan penggunaan energi mix nasional pada tahun 2025, porsi penggunaan minyak bumi harus dikurangi dan akan memperbesar porsi penggunaan gas bumi dan batubara, sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Pada tahun 2006 penggunaan energi (primer) mix nasional masih sangat tergantung kepada energi minyak bumi sebesar 54%, energi gas alam 26.5% dan batubara 14% sedangkan untuk energi lain porsinya masih kecil termasuk panas bumi yang memiliki kontribusi sebesar 1.4%. Perkiraan penggunaan energi mix nasional tanpa adanya optimalisasi pengelolaan energi (skenario Businesss as Usual, BaU) dari panas bumi pada tahun 2025 hanya 1,1%. Dengan adanya program optimalisasi diharapkan berkontribusi sebesar 3,8%, dengan mengikuti target road map panas bumi yang telah disusun.
Gambar 3 Sasaran Energi Mix Nasional
Namun dengan adanya crash program Percepatan Pengembangan Listrik 10.000 MW Tahap 2, dalam hal ini panas bumi diharapkan memiliki kontribusi lebih besar. Karena 70% dari target percepatan pengembangan tersebut diharapkan berasal dari tenaga hidro, panas bumi dan energi baru terbarukan lainnya. Sehingga dengan target yang lebih besar daripada yang tercantum dalam road map panas bumi, maka kerja lebih keras diperlukan untuk memenuhi target tersebut. Saat ini telah dibuat rencana pengembangan listrik dari energi panas bumi yang mengikuti Program Percepatan Pengembangan Listrik 10.000 MW Tahap 2, sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1 Rencana Pengembangan Panas Bumi 2009-20018
Undang-Undang Panas Bumi Nomor 27 Tahun 2003 pasal 10 ayat (1) menyebutkan bahwa kegiatan operasional panas bumi terdiri dari (Gambar 4):
1. Survei Pendahuluan;
2. Eksplorasi;
3. Eksploitasi;
4. Studi Kelayakan; dan
5. Pemanfaatan.
Gambar 4 Kegiatan Operasional Panas Bumi
Dari semua kegiatan diatas, Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan Survei Pendahuluan dan dapat melakukan kegiatan eksplorasi, sedangkan kegiatan lainnya sepenuhnya dilakukan oleh badan usaha. Undang-Undang 27 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah nomor 59/2007, memungkinkan Pemerintah untuk dapat memberikan Penugasan Survei Pendahuluan kepada pihak ketiga/Badan Usaha. Yang dimaksud dengan Survei Pendahuluan menurut undang-undang adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi serta wilayah kerja.
Sebagai tindaklanjut dari UU 27/2003 dan PP 59/2007, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 005 tahun 2007 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi. Secara garis besar prosedur penugasan survei pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini :
Keterangan Gambar:
a. Pemohon mengajukan kepada Menteri
b. Evaluasi berkas oleh Tim Evaluasi
c. Persetujuan oleh Menteri dengan mengeluarkan surat penugasan
d. Penolakan oleh Menteri
e. UPIPWP mengeluarkan Peta Lokasi penugasan
Gambar 5 Prosedur Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi
Saat ini tengah dilakukan penugasan survei pendahuluan di 6 (enam) lokasi, dengan perkiraan potensi awal dari Badan Geologi sebesar 1.009 MW. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Wilayah yang sedang Dilakukan Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi
Untuk mencapai target pengembangan diatas Pemerintah telah mendorong optimalisasi produksi dengan melakukan pengembangan pada lapangan yang telah berproduksi, Selain hal diatas Pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam rangka percepatan pengembangan panas bumi yaitu dengan mengeluarkan permen ESDM nomor 11 tahun 2008 tentang Tatacara Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi, sebagai hasilnya Pemerintah telah menetapkan 9 (sembilan) WKP baru dengan total target pengembangan sebesar 680 MWe, sebagaimana tercantum dalam Tabel 3
Tabel 3 Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi yang Baru Ditetapkan
Selain 9 (sembilan) WKP baru tersebut diatas, dalam waktu dekat Pemerintah akan segera menetapkan 11 (sebelas) WKP Panas Bumi baru.
4. Permasalahan yang Dihadapi
Akan tetapi dalam mencapai tujuan yang diamanatkan undang-undang terdapat beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi, diantaranya permasalahan harga, risiko tinggi yang dihadapi serta investasi yang besar.
4.1 Harga (pricing)
Permasalahan harga dalam panas bumi ini merupakan permasalahan utama yang menghambat pengembangan panas bumi. Harga keekonomisan panas bumi adalah sekitar US $7-8 sen, sedangkan harga jualnya masih dibawah harga keekonomisan tadi. Sehingga dengan latarbelakang hal diatas dan sesuai kebijakan diversifikasi dan konservasi energi, perlu dilakukan usaha dan upaya untuk mlebih mendorong penggunaan sumberdaya panas bumi sebagai energi untuk pembangkitan tenaga listrik secara efisien dan berdaya saing maka dikeluarkan Peraturan Menteri ESDM nomor 14 tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, yang mengamanatkan bahwa harga patokan tertinggi penjualan tenaga listik dari PLTP pada sat pelelangan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi dihitung bedasarkan persentase terhadap BPP PKUK atau PIUKU terintegrasi sebagai berikut:
  • 85% BPP di sisi Tegangan tinggi (BPP-TT) atau 85% BPP di sisi Tegangan Mengengah (BPP-TM) system kelistrikan setempat untuk kapasitas diatas 10MW sampai dengan 55 MW, sesuai dengan rencana interkoneksinya; dan
  • 80% BPP di sisi Tegangan Tinggi (BPP-TT) system kelistrikan setempat untuk kapsitas unit lebih besar dari 55 MW.
Yang dimaksud dengan PKUK (pemegang Kuasa Usaha Ketengalistrikan) adalah Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas oleh Pemerintah semata-mata untuk melksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Sedangkan Pengertian Pemegang Izin Usaha Ketanagalistrikan untuk kepentingan Umum (PIUKU) terintegrasi merupakan pemegang izin usaha penyediaan listrik untuk kepentingan umum mulai dari pembangkitan, transmisi distribusi sampai dengan penjualan tenaga listrik. Sedangka BPP merupakan kependekan dari Biaya Pokok Penyediaan yaitu biaya penyediaan tenaga listrik untuk menghasilkan kWh.
Sebagai tindaklanjut Permen ESDM nomor 002/2006 tentang pengusahaan Pembangkit Listrik Energi terbarukan skala menengah dan Permen ESDM nomor 14 tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi,maka dikeluarkan Permen ESDM 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik tahun 2008 yang disediakan oleh PT PLN (persero). Daftar lengkap tentang BPP dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini:
Tabel 4 Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
4.2 Risiko-Risiko yang Dihadapi
Pengusahaan panas bumi memiliki risiko yang tinggi dan untuk memahami risiko-risiko yang berkaitan dengan pengusahaan panas bumi yang disebabkan oleh karena ketidakpastian mengenai sumber energi panas bumi dibawah permukaan; Pada dasarnya risiko pengusahaan panas bumi dapat dibagi menjadi 2 jenis risiko yaitu: risiko teknis, seperti risiko sumberdaya, risiko pembangunan; dan risiko non-teknis, seperti risiko harga dan pasar, risiko hukum dan peraturan serta risiko nilai tukar dan inflasi. risiko selengkapnya dalam dalam pengusahaan panas bumi adalah sebagai berikut:
  1. Risiko yang berkaitan dengan sumberdaya (resource risk) yaitu risiko yang berkaitan dengan:Kemungkinan tidak ditemukannya sumber energi panas bumi di daerah yang sedang dieksplorasi (risiko eksplorasi),Kemungkinan besarnya cadangan dan potensi listrik didaerah tersebut lebih kecil dari yang diperkirakan atau tidak bernilai komersial (risiko eksplorasi)Kemungkinan jumlah eksplorasi yang berhasil lebih sedikit dari yang diharapkan (risiko eksplorasi,Kemungkinan potensi sumur (well output) baik sumur eksplorasi lebih kecil dari yang diprkirakan (risiko eksplorasi)Kemungkinan jumlah sumurpengembangan yang berhasil lebih sedikit dari yang diharapkan (risiko pengembangan,Kemungkinan potensi sumur pengembangan lebih kecil dari yan diperkirakanKemungkinan biaya eksplorasi,pengembangan lapangan, pembangan PLTP lebih mahal dari perkiraan semulaKemungkinan terjadinya masalah teknis seperti korosi dan scalling (risiko teknologi) dan masalah lingkungan
  2. risiko berkaitan dengan kemungkinan penurunan laju produksi atau penurunan temperatur lebih cepat dari yang diperkirakan (resources degradation)
  3. Risiko yang berkaitan dengan kemungkinan perubahan pasar dan harga (market access and price risk)
  4. Risiko pembangunan (construction risk)
  5. Risiko yang berkaitan dengan perubahan majaemen (management risk),
  6. Risiko yang menyangkut perubahan aspek legal dan kemungkinan perubahan kebijaksanaan Pemerintahan (legal and regulatory risk)
  7. Risiko berkaitan dengan kemungkinan perubahan bunga bank dan laju inflasi (interests and inflation risk) serta
  8. Force Majeure
4.3 Investasi yang Tinggi
Sebagaimana dalam industri pertambangan pada umumnya, industri panas bumi pun membutuhkan investasi yang sangat besar. Sebagaimana terlihat dalam Tabel 5 dibawah ini, setiap kWh yang dihasilkan dibutuhkan investasi sebesar 2.770 dolar amerika atau hampir 150 Juta dolar amerika untuk setiap 55 MW kapasitas terpasang. Sehingga untuk pengembangan panas bumi sesuai dengan Tabel 1 diperlukan biaya investasi mendekati 19 milyar dolar amerika.
Tabel 5 Biaya yang dibutuhkan dalam Industri Panas Bumi
4.4. Kebijakan-Kebijakan Lain:
Kebijakan-kebijakan lain yang telah diambil dalam rangka percepatan pembangkitan listrik dari panas bumi Pemerintah telah melakukan hal-hal sebagai berikut :
  1. Membuat kegiatan pengembangan pengusahaan panas bumi menjadi “total project”, yaitu penyatuan proyek hulu (eksplorasi dan Pengembangan lapangan) dan proyek hilir (pembangunan PLTP)
  2. Pelaku Penugasan Survei Pendahuluan diberikan fasilitas “first right refusal” yaitu badan usaha pelaksana penugasan survei pendahuluan panas bumi disuatu wilayah akan mendapatkan prioritas dalam melaksanakan pengusahaan panas bumi di wilayah tersebut.
  3. Membiayai eksplorasi detil untuk pengembangan panas bumi untuk wilayah timur dalam skala kecil (<10>
  4. Memberi kemudahan-kemudahan fiskal dan pajak (PMK 177/PMK.001/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi dan PMK 178/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi)
  5. Memberi kemudahan dan fasilitas dalam bidang fiskal dan pajak, seperti
  • PMK nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi dan
  • PMK nomor 178/PMK.011/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi
  • PP 62/2008 tentang Perubahan PP 1/2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, yang memberikan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk penanaman modal yang salah satunya di bidang panas bumi
4.5 Penutup
Undang-Undang nomor 27 tahun 2003 merupakan pilar utama dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia. Turunan dari undang-undang ini adalah Peraturan Presiden nomor 59 tahun 2007 yang mengatur salah satunya mengatur tentang pelaksanaan lelang Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi. Saat ini telah terdapat 9 (sembilan) WKP Panas Bumi baru yang telah ditetapkan berdasarkan Permen ESDM Nomor 11 tahun 2008, yang 3 (tiga) diantaranya proses lelangnya telah dilaksanakan. Undang-Undang 27/2003 menyatakan bahwa Penugasan Survei Pendahuluan dapat diberikan kepada Badan Usaha oleh Menteri, yang tatacaranya telah ditetapkan melalui Permen ESDM nomor 5 tahun 2008. Hingga saat ini, terdapat 6 (enam) wilayah yang mendapatkan Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi. Dalam rangka percepatan pengembangan 10.000 MW tahap kedua, Pemerintah telah melakukan usaha-usaha seperti mengeluarkan peraturan perundangan berupa Peraturan Pemeriintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen) dalam rangka memberikan kepastian untuk menarik minat investor untuk menanamkan modal di bidang panas bumi.
4.6 Daftar Pustaka
  1. Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, (2005), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral-Republik Indonesia.
  2. Geothermal Area Distribution Map and Its Potential in Indonesia (2006), Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral-Republik Indonesia.
  3. Hance, C.N., (2005): Factors Affecting Cost of Geothermal Power Development, Geothermal Energy Association, Geothermal Energy Association.
  4. Laporan Sementara Survei Pendahuluan Baturaden oleh PT Trinergi, (2008) , unpublished.
  5. Nugraha, H.S.,(2007): The Current State of Geothermal Development and Government Policy in Indonesia, Final Project Report, Geothermal Institute-University of Auckland, Auckland, New Zealand
  6. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 005 tahun 2007 tentang Pedoman Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, (2007), Republik Indonesia.
  7. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi, (2008), Republik Indonesia.
  8. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 14 tahun 2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, (2008), Republik Indonesia.
  9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 269-12/26/600.3/2008 tahun 2008 tentang Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Tenaga Listrik Tahun 2008 Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara, (2008), Republik Indonesia.
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi, (2007), Republik Indonesia.
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.011/2007 tentang Pajak Pertambahan Nilai yang Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi, (2007), Republik Indonesia.
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi, (2007), Republik Indonesia, (2007), Republik Indonesia.
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2008 tentang Perubahan PP 1/2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu Dan/Atau Di Daerah-Daerah Tertentu, (2008), Republik Indonesia.
  14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, (2006), Republik Indonesia.
  15. Saptadji, N. M., (2006): Update on Geothermal Development in Indonesia, Proceedings 28th New Zealand Geothermal Workshop 2006.
  16. Saptadji, N. M., (2003): ‘Teknik Panas Bumi’, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.
  17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (2003), Republik Indonesia.
Download lengkap bentuk pdf, klik disini dan/atau disini